Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan banyak perusahaan di sektor padat karya secara sengaja memutus kontrak atau merumahkan pegawai kontrak dan outsourcing dua bulan menjelang Lebaran. Kebijakan ini dilakukan sebagai modus penghindaran membayar Tunjangan Hari Raya (THR).
Presiden KSPI, Said Iqbal mengungkapkan, karyawan kontrak dan outsourcing kerap menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) perusahaan di sektor padat karya sebelum Lebaran. Biasanya kebijakan ini dieksekusi dua bulan menjelang Lebaran, lalu kontrak kerja bisa kembali diperpanjang satu pekan setelah Hari Raya.
Menurut Said, perusahaan padat karya, seperti tekstil, garmen, dan lainnya hanya mengantongi keuntungan dari fee orderan pembeli yang nilainya kecil. Salah satu cara untuk memperbesar profit dengan efisiensi di biaya tenaga kerja.
“Perusahaan yang tidak bayar THR pasti banyak sepanjang aturannya lemah. Sanksi di Peraturan Menteri (Permen) apa sih yang kuat. Jadi sanksi tegas berupa pidana dan perdata perlu ada di Permen baru terkait THR,” paparnya.
Saran lain, kata Said, serikat pekerja mendesak pemerintah agar merevisi waktu pembayaran THR dari sebelumnya maksimal 2 minggu atau 14 hari menjelang Lebaran menjadi 45-60 hari.
“Masa tenggang jangan 14 hari bayar THR, tapi 45-60 hari supaya perusahaan tidak asal PHK demi mengejar produksi karena modus perusahaan memutus kontrak pegawai sebelum Lebaran untuk menghindari pajak,” harapnya.
references by liputan6